Jumat, 27 Maret 2009

IKHLAS BERAMAL


Motivasi Beramal

عن أمير المؤمنين أبى حفص عمر بن الخطاب بن نفيل بن عبد العزى بن ؤياح بن عبد الله بن قرط بن رزاج بن عدي بن كعب بن لؤي بن غالب القريشى العدوي رضى الله عنه قال: سمعت رسول الله ص م يقول: إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ مانوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أومرأة ينكحها قهجرته إلى ماهجرإليه (متفق عليه)

Amir Al-Mu’min, Abu Hafs Umar bin Al-Khaththab r.a, bin Nufail, bin Abdul ‘Uzza, bin Riyah, bin Abdullah bin Qurt bin Rajah, bin Adiy, Ka’ab bin Luay, bin Galib keturunan Quraisy Al Adawy, dia berkata bahwa dia mendengar Rasulullah SAW, telah bersabda:

“Sesungguhnya sah atau tidaknya suatu amal, tergantung pada niatnya. Dan yang dianggap bagi amal tiap orang apa yang ia niatkan. Maka barang siapa berhijjrah semata-mata karena taat pada Allah dan Rasulullah, maka hijrahnya itu diterima oleh Allah dan Rasulullah, dan barang siapa yang berhijrah karena keuntungan dunia yang dikejarnya, atau karena perempuan yang akan dikawininya, maka hijrahnya berhenti pada apa yang ia niat akan hijrah kepadanya.”

Rasulullah mengeluarkan hadits diatas (asbab al-wurud) ialah untuk menjawab pertanyaan salah seorang sahabatberkenaan dengan peristiwa hijrahnya, Rasulullah SAW, dari mekah kemadinah, yang diikuti oleh sebagian besar sahabat. Dalam hijrah itu ada seorang laki-laki yang turut juga hijrah. Akan tetapi, niatnya bukan untuk kepentingan perjuangan Islam, melainkan hendak menikahi seorang wanita yang bernama Ummu Qais. Wanita ini rupanya sudah bertekat akan turut hijrah, sedangkan pada mulanya laki-laki tersebut memilih tinggal dimekah. Ummu Qais. Hanya bersedia dikawini di tempat tujuan hijrahnya Rasulullah SAW, yakni dimadinah, sehingga laki-laki itu pun ikut hijrah kemadinah.

Ketika peristiwa itu ditanyakan pada Rasulullah SAW. Apakah hijrah dengan motif itu diterima (maqbul) atau tidak, Rasulullah SAW menjawab secara umum seperti yang disebutkan pada hadits diatas.

Berkenaan dengan niat, sebagian ulama mendefinisikan niat menurut syara’ adalah menyengajakan untuk berbuat sesuatu disertai dengan perbuatannya. Ada juga beberapa ulama yang mendefinisikan niat yaitu keinginan yang ditujukan untuk mengerjakan suatu perbuatan sambil mengharapkan ridha Allah SWT, dan menjalankan hukum-Nya”.

Disepakati bahwa tempat niat adalah dalam hati dan dilakukan pada permulaan melakukan perbuatan untuk tujuan amal kebaikan. Tentu saja, perbuatan yang dilakukannya bukan yang dilarang syara’.

Niat berperan penting dalam ajaran islam, khususnya dalam perbuatan yang berdasarkan perintah syara`, atau menurut sebagaian ulama, dalam perbuatan yang mengandung Harapan untuk mendapatkan pahala dari Allah SWT. Niat akan menentukan nilai, kualitas, serta hasilnya, yakni pahala yang akan diperolehnya.

Orang yang berhijrah dengan niat ingin mendapatkan keuntungan dunia atau ingin mengawini seorang wanita, ia tidak akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Sebaliknya, kalau seseorang hijrah karena ingin mendapatkan ridha Allah SWT. Maka ia akan mendapatkan, bahkan keuntungan dunia pun akan diraihnya.

Sebenarnya, hijrah yang dimaksut pada hadis diatas adalah berhijrah dari mekah kemadinah karena sahat itu penduduk mekah tidak merespon da`wah Nabi, bahkan mereka ingin mencelakai nabi dan umat islam. Akan tetapi, setelah islam kuat, hijrah diatas lebih tepat diartikan berpindah dari kemungkaran atau kebatilan kepada yang hak. Namun demikian, niat tetap saja sangat berperan dalam menentukan berpahala atau tidaknya setiap hijrah, apapun bentuknya.

Para ulama telah sepakat bahwa niat sangat penting dalam menentukan sahnya suatu ibadah. Niat termasuk rukun pertama dalam setiap malakukan ibadah. Tidak sah suatu ibadah, seperti puasa, shalat, haji, dan ibadah lainnya, bila dilakukan tanpa niat atau dengan niat yang salah.

Niat dalam arti motivasi, juga menentukan diterima atau tidaknya suatu amal oleh Allah SWT. Shalat umpamanya, yang dianggap sah menurut pandangan syara’ karena memenuhi berbagai syarat dan rukunya, belum tentu diterima dan berpahala kalau motivasinya bukan karena Allah, motivasi dalam melaksanakan setiap amal harus betul-betul ikhlas, hanya mengharapkan ridho Allah saja, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Bayyinah ayat 5:

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

Adapun yang dimaksud ikhlas menurut Sayid Sabiq dalam buku Islamuna, menurut beliau ikhlas adalah sikap manusia untuk menyengaja dengan perkataan, perbuatan, dan jihatnya, karena Allah semata dan karena mengharapkan keridhaan-Nya. Bukan karena mengharapkan harta, ujian, gelar, kemashuran, dan kemajuan. Amalnya terangkat dari kekurangan-kekurangan dan dari akhlak yang tercela sehingga ia menemukan kesukaan Allah.

Niat atau motivasi itu bertempat didalam hati. Siapapun tidak akan mengetahui motivasi apa yang ada dalam hati seseorang ketika ia mengerjakan sesuatu, kecuali dirinya dan Allah saja. Dengan demikian, Allah SWT, mengetahui siapa diantara hamba-hambanya yang memiliki motivasi baik ketika ia beribadah atau sebaliknya.

Allah SWT., berfirman dalam surat Al-Imran ayat 29 :


Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu itu, pasti Allah Mengetahui".

Dengan demikian, seseorang yang melakukan suatu amal dengan baik menurut pandangan manusia, tetapi motivasinya salah atau tidak ikhlas, hal itu akan sia-sia karena Allah tidak akan melihat bentuk Zahirnya, tetapi melihat niat yang ada di dalam hatinya.

Rasulullah SAW, bersabda:

عن أبى هريرة رضى الله عنه قال: قال رسول الله ص م : إن الله لاينظر إلى أجسامكم ولاإلى صوركم ولكن ينظر إلى قلوبكم (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah SAW, bersabda, sesungguhnya Allah SWT, tidak melihat bentuk badan dan rupamu, tetapi melihat (memperhatikan niat keikhlasan dalam) hatimu.”(H.R. Muslim)

Dengan demikian orang yang tidak ikhlas dalam melakukan perintah Allah SWT., misalnya untuk mendapatkan keuntungan dunia semata, Allah akan memberikan balasannya di dunia, tetapi Allah tidak akan memberikan apa-apa kelak diakhirat, sebagaimana firman Allah dalam surat Hud ayat 15-16 :

Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan Sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.(16). Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang Telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang Telah mereka kerjakan.

Jadi, tidaklah heran jika seseorang yang ketika hidup didunia sudah melakukan amal kebaikan, namun diakhirat tidak menemukan apa-apa karena perbuatan tersebut tidaklah secara ikhlas sehingga amalnya bagaikan debu yang beterbangan ketika ditiup angin. Bagaimana pun Allah SWT, mengetahui segala sesuatu yang ada dalam hati seseorang, dan tidak akan menerima begitu saja amal setiap orang sebelum melihat motivasi sebenarnya. Allah SWT, berfirman dalam surat Al-Furqan ayat 23 :


Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”.

Gambaran orang beramal dengan niat ikhlas atau sebaliknya digambarkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 265 dan 266 :

”Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya Karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat. (266). Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, Kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.

Pernyataan sebagian ulama salaf, sebagai mana disebutkan M. Yunan Nasution, dalam buku Pandangan Hidup 2, tentang niat patut direnungkan, beliau mengatakan ”kerapkali amal yang kecil menjadi besar. Karena (baik) niatnya; dan seringkali juga amal yang besar menjadi kecil karena (salah) niatnya. Memang berbuat baik itu sangatlah mudah, menyingkirkan duri dijalan itu saja banyak pahalanya, asal dijalankan dengan ikhlas. Namun, terkadang menumbuhkan rasa ikhlas ini yang sangat sulit, padahal tidak berat, bahkan bermodal pun tidak, lantas ada apa?...

http://banikusuma-ibnsuhud-rohim.blogspot.com/

Sumber :

Masrur, Abdullah. Membentuk Pribadi Muslim yang Ikhlas, Putra Pelajar, Gresik-Jawa timur, 2000.

Sa’ad Al-Utaibiy, Abdul Aziz, Mutiara Pilihan Riyadhush Shalihin, Pustaka At-Tibyan, Solo, 2006

Al-Albani, M. Nashiruddin, Ringkasan (Mukhtasar) Shahih Muslim, Gema Insani, Jakarta, 2005